Jumat, 11 Mei 2012

I'm Afraid

Pengen tereak...pengen tereakkkkkkkkkkkkkkk!!!!!!!!!!Aaaaaarrrrrrrrrrrrrrgggggggggggggggggghhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh


Tertekan banget aku hari ini. Sms war-wer-war-wer masuk, ngurus ini itu, minta ini itu.Akh!

Mana akunya lagi galau super pula. Bimbang pikiran antara mikir ini itu. Pengen sejenak berhenti dari waktu ini untuk berpikir lebih lama. Jadi intinya....aku jenuh.


Jenuh karena aku harus mikir yang nggak jelas pastinya. Jenuh karena aku masih belum bisa menjadi apa yang kumau. Jenuh karena aku lelah.


Semalam, seperti dugaanku sebelumnya, pembicaraan yang kuhadapi adalah tentang "Gimana keberlanjutanmu". Hufh....aku menghela napas. Ini yang kutahu aku sendiri tak tahu jawabannya. Aku masih bimbang sangat. Di saat itulah kemudian aku merasa dalam waktu dekat mau nggak mau aku harus sudah mendapatkan kepastiannya. Pertemuan dengan dosen itu...harus segera dilakukan!

Kemudian setelah itu...entah karena kepo atau bagaimana aku menemukan foto ini :
Yups...lihat kawan. Itu 3 foto teman seangkatanku. Yang paling pojok kanan itu. Itu sahabatku. Inilah kemudian yang membuatku galau lagi. Melihat dia....melihat sahabatku, melihat gadis itu...aku sampai sekarang tak akan mengampuni diriku sendiri. Ada satu kesalahan fatal yang sampai sekarang masih membuatku merasa tak enak padanya.
Adalah kita berdua. Dari sejak semester awal (makrab tepatnya) hingga pertengahan kita masuk, kita sudah dicap sebagai Si Kembar. Bagaimana tidak??? Kemana-mana kita selalu bersama. Ngapa-ngapain kita selalu bareng. Segala hal....segala kondisi...kita selalu bersama. Berbagi suka-berbagi duka. Hingga akhirnya......aku memutuskan untuk kemudian memilih jalan yang sedikit berbeda dengan prinsipnya. Aku masuk marching.

Boleh dikatakan dia saat itu bukannya tak setuju dengan aku ikut UKM tersebut, tapi namanya juga sahabat, segalanya dia sampaikan termasuk yang terburuk jika aku ikut UKM itu. Tapi dasarnya aku bandel, proses yang banyak orang mengatakannya dengan 'berat' tak kupedulikan. Dia-sahabatku itu mengerti dan hanya mengingatkanku agar kegiatanku itu tak mengganggu kuliahku. Khas seorang sahabat sekalikan??


Maka.....dimulailah kami dengan jalan kami sendiri. Mula-mulanya tak banyak yang berbeda. Toh saat itu aku juga masih latsar. Kita masih sering bersama dikampus dan sorenya aku latsar. Hingga suatu saat....mungkin Tuhan telah memperingatkan dengan beberapa kejadian sebelum itu.


Sahabatku...membeli sepeda baru. Rasanya senang sekali dia punya barang itu. Masih gress dan bagus pula. Dia beri nama "Lorenzo". Kita berdua...kadang memakainya secara bergantian dan berjalan-jalan dengannya. Tapi entah kenapa naas sekali ketika engkau dipercaya seseorang untuk menjaga barangnya tapi  engkau lalai dengan itu.


Sore itu...sahabatku ada English Club. Dia menyuruhku untuk membawa sepedanya sekalian aku berangkat latsar. Beruntunglah aku, tak perlu capek-capek jalan kaki, kuturuti saja maunya. Kuparkir sepedanya di tempat parkir purna dan aku segera menyusul latsar yang tempatnya di depan.

Magrib tepatnya, kami selesai latsar. Ada seseorang yang bertanya padaku apakah aku mau jalan kaki pulang dengannya. Kujawab saja dengan, " Aku bawa sepeda temenku lho ". Dia tertawa. Tak percaya aku bawa sepeda. Akhirnya aku ingin menunjukkan buktinya dengan segera datang ke parkiran dan menuju tempat sepeda tadi kuparkir.


Detik pertama aku sampai di tempat parkir.
Detik kedua aku melihat ke sekeliling tempat parkir.
Detik ketiga............................aku tak menemukan sepeda itu.



Ya kawan.....itulah yang kubilang kelalaian. Aku tak menjaga Lorenzo hingga secara sempurna dia raib entah dicuri siapa.

Petang itu aku menangis air mata.
DAN HINGGA SEKARANG AKU MASIH MENANGIS DALAM HATI.


Sempurnalah sudah. Persahabatan yang kujalin bersamanya kian lama kian berubah. Sejak 2 tahun lalu, sejak saat itu...aku telah berjanji untuk menggantinya. Tapi...uang 1.700.000 lebih aku bahkan tak punya. Tabunganku????Aku tak pernah benar-benar punya tabungan kawan. Om-ku tak pernah lagi mengirimiku uang bulanan seperti saat dulu 3 semester awal aku di sini. Ayahku? Ibuku? Untuk makan saja mereka kesusahan, untuk memenuhi semua kebutuhan kuliahku saja mereka mesti gali lubang tutup lubang, untuk keperluan adik-adikku saja mereka harus rela kehilangan muka bekerja. Untuk itulah kenapa aku selalu mengandalkan BOP (Beasiswa Operasional Pendidikan) yang artinya kalau engkau dapat, engkau akan bebas membayar sks yang jutaan itu. Hingga akhirnya mentok di semester 5 kawan karena kebijakan fakultas yang mewajibkan setiap pengajuan beasiswa harus melampirkan proposal PKM (Pekan Kreatifitas Mahasiswa) yang aku sendiri tak pernah memilikinya. (Untuk bagian PKM ini mungkin akan kuceritakan di lain judul)

Untuk itulah kawan....aku di sini, aku tak pernah mendapat jatah bulanan. Kalau boleh kubilang....aku hanya akan diberi uang 100.000 atau bahkan mungkin 50.000 saja untuk mensuplai kebutuhanku hingga akhirnya aku akan minta lagi dan lagi dan lagi. Terjawab sudah kan kenapa aku enggan diajak nongkrong di tempat makan yang relatif mahal atau untuk sekedar nonton film terbaru di bioskop, atau mungkin kenapa aku tak pernah berusaha balas mentraktir kawan-kawanku yang saat ultah mereka mentraktirku.

Dan itulah kenapa kemudian kadang aku galau dengan diriku sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan sendiri saja aku masih tak mampu. Aku masih menjadi orang yang memikirkan "makan apa besok" bukan orang yang memikirkan "karya apalagi yang akan kuhasilkan besok"


Kembali lagi ke galauku tadi. Hingga sekarang.....hutang itu masih ada. Hingga sekarang aku masih memikirkan bagaimana aku bisa melunasinya. Hingga sekarang aku masih mengeluh tanpa usaha....

Dan keadaanku dengan sahabatku itu. Entahlah....aku masih tak enak dengannya. Aku masih membatasi pertemuanku dengannya. Aku masih takut aku akan mengatakan "aku belum bisa melunasinya sekarang...". Hingga kemudian aku menemukan foto itu. Sudah menjadi hebat dia sekarang.
Dia.........bolehkah kalau kubilang aku iri dengannya, tapi aku juga bangga padanya. Aku iri karena prestasi yang bisa kubanggakan sekarang hanyalah sekedar ini :
Piala siapakah itu?Bukan pialaku. Itu piala unit. Siapakah yang mendapatkan nama besar itu? Bukan aku....tapi unit. Intinya....kalah jauh aku dengannya. Kalau boleh kubilang....nilaiku nol (NOL BESAR). Inikah yang kemudian kubilang dulu bisa menjadikanku "siapa-aku". Inikah yang bisa kuraih sebagai ganjaran kelalaianku itu? Inikah pengganti yang sepadan aku dan sahabatku?



Aku sekarang.....seolah sedang di arena pertandingan. Semua mata menatap padaku. Semua orang tahu apa yang akan kulakukan. Pandangan mereka......pandangan harapan. Tapi badai berkecamuk dalam batinku. Aku takut menghadapi apa yang di depan. Aku tak pantas sebenarnya berada di arena pertandingan ini. Harusnya aku menjadi penonton saja.


Aku kadang berpikir. Sebegitu mudahkah mereka-mereka yang di sana berleha-leha, minta ini itu semuanya ada. Aku minta IPK 3 saja sudah kembang kempis aku. Aku minta satu judul skripsi saja sampai sekarang aku belum tahu. Aku minta untuk membayar ini itu, aku harus memikirkannya 1000 kali dulu. Aku minta menjadi diriku sendiri saja....aku masih saja takut.


Intinya......aku takut dengan semua kehidupan ini. Aku takut aku menhancurkan harapan orang tuaku untuk tepat lulus 4 tahun, untuk segera mencari kerja, untik segera menggantikan peran Bapakku membiayai adik-adikku. Aku takut aku tak mendapatkan apa-apa di hal yang kusukai sekarang. Aku bahkan takut akan diriku sendiri.


Sahabat...
kalau kau mendengarku sekarang, aku ingin mengatakan maaf mungkin untuk yang keseribu kalinya aku berucap
bukan karena aku tak mau membayar hutangku padamu
bukan.....
hanya saja kawan....
aku tak punya.....aku tak punya yang bisa untuk mengganti semua itu
orang tuaku pun, aku yakin mereka juga pasti sedang memikirkan bagaimana caranya
aku ingin engkau bersabar,,,,
maaf untuk membuatmu bersabar lagi.....
hanya saja.....
hanya itu yang bisa kulakukan sekarang
maaf....sekali lagi maaf....


Satu pertanyaan yang kemudian muncul di kepalaku, " Kenapa aku tak mencoba bekerja part time?"
Aku diam saja. Tak ada jawaban untuk itu.





-Terlihat jelaskah bahwa aku pribadi yang tak mau berusaha? Hanya mengeluh dan mengeluh saja? Beginikah aku terbentuk?-

-------------------------------------------------------------------------------------------------------


Setiap langkah menentukan masa depan seperti apa yang akan engkau pilih (Anonim)


*Aku takut*





Tidak ada komentar:

Posting Komentar